Surprise Me!

Pertunjukan Teater "Orang-orang Setia"

2016-01-30 2 Dailymotion

TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG -- Menjadi orang yang setia tidaklah mudah. <br /> <br />Ada banyak kompromi supaya tetap setia pada sebuah komitmen, meski kadang di ujung penantian, tak selalu ada keindahan. <br /> <br />Kesetiaan adalah proses untuk menjadi setia itu sendiri. <br /> <br />Mungkin ini yang coba dibagikan oleh Teater 1 Lampung pada pementasanOrang-orang Setia di Sanggar Teater 1 Lampung, Kamis (28/1/2016) malam. <br /> <br />Pementasan ini juga sebagai bagian acara peringatan 20 Tahun Teater 1 Lampung dan peluncuran buku Di Balik Terang Cahayadan Kumpulan Naskah Teater Nostalgia Sebuah Kota. <br /> <br />Lakon sepanjang hampir 90 menit yang ditulis oleh pentolan Teater 1 LampungIswadi Pratama ini banyak menukil potret buram realitas yang ada sekarang di masyarakat. <br /> <br />Cerita lakon yang pernah dipentaskan di Festival Teater Jakarta 2015 ini dibuka dengan dialog sederhana antara Rahman dan Sarmin, dua orang renta yang tinggal hanya berdua dalam sebuah rumah sederhana. <br /> <br />Berpapan triplek serta hanya berperabot dua kursi dan satu meja yang jadi meja makan dan meja belajar. <br /> <br />Rahman adalah orang tua yang pesimistis dan rendah diri. <br /> <br />Ia selalu memandang dunia dari sisi pragmatis. Latar belakangnya yang sekadar menjadi penjaga kamar mayat membentuk perasaan bahwa ia bukanlah orang yang patut dikenal oleh khalayak ramai. <br /> <br />Namun, ia menjalani pekerjaannya dengan ikhlas dan loyal. <br /> <br />Pun begitu dengan Sarmin. Seorang guru honorer dengan pengalaman mengajar puluhan tahun, bahkan pernah mengajar di pedalaman. <br /> <br />Sifatnya energik dan optimistis. Meski puluhan tahun statusnya tidak pernah berubah, Sarmin percaya, suatu saat kesetiaannya pada dunia pendidikan akan membuat ia bertemu dengan para petinggi pemerintahan. <br /> <br />Orang-orang Setiaini seakan membingkai lalu mengemas kondisi orang-orang seperti Sarmin dan Rahman menjadi komedi yang getir. <br /> <br />Nukilan-nukilan dari dialog Sarmin dan Rahman inilah yang menjadi benang merah antara kesetiaan dengan harapan-harapan terhadap para pemegang kebijakan dari sisi rakyat jelata. <br /> <br />Dari Sarmin didapati gambaran, rakyat tidak pernah menuntut apa-apa, hanya sebuah pengakuan akan kesetiaan mereka menjadi rakyat. <br /> <br />Dari Rahman bisa digambarkan bagaimana harapan-harapan rakyat akan kondisi sosial yang diinginkan mereka. <br /> <br />“Man, kamu tahu tidak pemerintah itu apa? Pemerintah itu ya, Man, kalau ada acara duduk paling di depan. Datangnya belakangan, tapi kalau pulang duluan,” kata Sarmin. <br /> <br /> <br />Hingga pada suatu waktu, kedua orang renta ini mendapatkan undangan untuk menghadiri penghargaan dari gubernur atas kesetiaan mereka mengabdi pada negara. <br /> <br />Mereka pun bersuka cita di malam sebelum hari H. Mulai dari flashback kehidupan mereka sampai bagaimana bersikap yang patut di depan gubernur. <br /> <br />Namun, lagi-lagi kegetiran diekspos secara vulgar oleh Orang-orang Setia ini. <br /> <br />Kegetiran yang membuat para penonton, mau tidak mau, harus setuju dan kembali ke realitas di kehidupan nyata. <br /> <br />Di saat Sarmin dan Rahman sibuk bersiap diri untuk menghadiri undangan penghargaan, komplek tempat mereka tinggal digusur. <br /> <br />Rumah sederhana mereka porak-poranda. Buku bertebaran. Tembok papan bergelimpangan. <br /> <br />Mereka pun hanya bisa tertawa karena mengalami kejadian tersebut. <br /> <br />Tertawa yang sama ketika Sarmin mengakui bahwa undangan penghargaan itu adalah buatannya, sama seperti piagam-piagam yang mereka buat sendiri yang terpampang di rumah mereka yang hancur. <br /> <br />Kegetiran makin terasa dengan adanya spot view pada pakaian Sarmin dan Rahman yang dibuang di tengah panggung dan membentuk bendera merah putih di antara puing-puing rumah dan harapan mereka. <br /> <br />Kegetiran yang membuat tertawa dan terpaksa menerima apa adanya. (*)

Buy Now on CodeCanyon