TRIBUN-VIDEO.COM - IJ Kasimo lahir sebagai anak keempat dari sebelas bersaudara.<br /><br />Ayah dari IJ Kasimo adalah Ronosentiko dan ibunya bernama Dalikem,<br /><br />Ayah IJ Kasimo bekerja sebagai prajurit Keraton Yogyakarta.<br /><br />Sedangkan ibunya mengurus keperluan rumah tangga.<br /><br />Sebagai seorang prajurit keraton, Ayah IJ Kasimo tidak diperbolehkan memiliki pekerjaan lain kecuali mengabdi pada sultan.<br /><br />IJ Kasimo dilahirkan dalam kondisi sistem feodalisme yang menguat.<br /><br />Segala sesuatu dipusatkan untuk kepentingan Sultan beserta keluarganya.<br /><br />Hampir seluruh tanah di wilayah kesultanan dikuasai oleh Sultan dan dibagikan kepada para putra dan putrinya.<br /><br />Sistem tersebut menjadikan Ayah IJ Kasimo tidak menerima gaji. Namun sebagai imbalang, ayahnya diberi sebidang tanah seluas 7096,50 meter persegi.<br /><br />Setelah terbitnya aturan baru tahun 1918, ayah IJ Kasimo beru menerima uang sebesar 26 gelo.<br /><br />Disini IJ Kasimo merasakan bahwa gaji ayahnya tidak cukup untuk kebutuhan.<br /><br />Karena itu, ibunya harus memeras keringat dan membanting tulang untuk pekerjaan tambahan dengan menjadi Parealan atau tukang tukar uang di pasar serta membuat usaha pembatikan kecil-kecilan.<br /><br />IJ Kasimo kerap membantu ibunya melayani pelanggan di warung, mengerok batik, menemaninya ke pasar, membuat teh untuk ayahnya, dan menimba air untuk mandi.<br /><br />Selain feodalisme, IJ Kasimo dilahirkan di zaman kolonialisme dimana kebijakan pemerintah Hindia Belanda difungsikan untuk kemakmuran bangsa lain.<br /><br />IJ Kasimo juga merupakan seseorang yang gemar membaca.<br /><br />Ia sering meminjam buku-buku milik ayahnya yang bekerja di Keraton.<br /><br />Setiap malam ia selalu membaca buku tentang Babad Ramayana.<br /><br />Karena ia juga lancar bahasa belanda, maka kemampuan bacaan IJ Kasimo semakin luas.<br /><br />Ia sering mempelajari buku bacaan dari bahasa Belanda yang berhubungan dengan pengetahuan ekonomi dan sosial.<br /><br />Di daerah Muntilan, ia selalu membaca majalan Sworo Tomo, yaitu terbitan forum komunikasi alumni Kolese Xaverius Muntilan.<br /><br />Di sekolahnya, IJ Kasimo ikut bergabung dalam klub diskusi pimpinan Mas Soejoet, Guru Bahasa Jawa.<br /><br />Beberapa buku-buku yang memantik nasionalisme IJ Kasimo adalah seperti karangan de Bruijn yang berjudul Sociologische Beginselen / Prinsip-prinsip Sosiologi yang dalam salah satu bagian tulisannya mengatakan bahwa pemerintah terbaik sebaiknya berasal dari masyarakat itu sendiri.<br /><br />Kemudian buku karangan seorang imam Karmelit, De. Llovera dan terjemahan Dr. Drieschen berjudul Katholieke Maatschappijleer atau Ajaran Sosial Katolik.<br /><br />Selanjutnya tentu karangan-karangan dari Pastor van Lith.
