JAKARTA, KOMPAS.TV - Sktor farmasi merupakan salah satu industri yang paling terpukul oleh virus Corona. <br /> <br />Selain kesulitan memperoleh bahan baku, pelemahan kur rupiah juga menambah tekanan produsen obat-obatan dalam negeri. <br /> <br />Industri farmasi ikut tercekik virus COVID-19 alias virus Corona. <br /> <br />Suplai bahan baku tersendat, karena enam puluh persen diantaranya bergantung pada impor langsung dari Tiongkok. Belum lagi impor dari negara lain. <br /> <br />Tahun 2019, total Indonesia meng-impor 912,2 juta dollar Amerika Serikat untuk farmasi, 1,3 miliar dollar untuk Atsiri atau Resinoid dan 1,8-9 miliar untuk produk kimia lainnya. <br /> <br />Gabungan perusahaan farmasi indonesia, mengatakan harga bahan baku asal Tiongkok sudah naik hingga 40 persen, akibat terkendala proses produksi dan distribusi. <br /> <br />Pelemahan kurs rupiah pun kini menambah tekanan pada industri farmasi. <br /> <br />GP farmasi melihat pelunasan tagihan BPJS kesehatan menjadi salah satu cara untuk menjaga \"Cash Flow\" industri farmasi. <br /> <br />Apalagi, pasokan farmasi dan obat-obatan, kian sulit. <br /> <br />Tidak hanya industri farmasi, sektor lain juga merasakan tekanan akibat ketergantungan bahan baku impor. <br /> <br />Menjaga daya beli masyarakat, agar permintaan dalam negeri terjaga, bisa menjadi penggerak roda manufaktur. <br /> <br />di sisi lain, insentif fiskal dapat dipercepat, termasuk strategi menurunkan pajak penghasilan badan. <br /> <br />Pieter menambahkan, jika tidak ada kebijakan yang tepat, pertumbuhan ekonomi tahun ini, berpotensi menukik di bawah 5 persen. <br /> <br /> <br /> <br /> <br />
