Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang direncanakan berlaku 1 Juli 2020 mendatang untuk kelas I dan II mendapat kritikan. Hal itu lantaran diberlakukan saat krisis pandemi virus Corona (COVID-19).<br /> <br /><br /> <br />Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai kebijakan itu akan semakin memberatkan rakyat. Di tengah pandemi ini pekerja informal sangat sulit kondisi ekonominya, tapi pemerintah malah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.<br /> <br /><br /> <br />Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dinilai seharusnya mencari sumber penerimaan lain saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan defisit. Masyarakat sebaiknya tidak dibebankan dengan membayar iuran yang lebih mahal.<br /> <br /><br /> <br />Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang tentang BPJS Kesehatan juga mesti diperbaharui. Bahkan dimungkinkan untuk diatur seperti zaman jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).<br /> <br /><br /> <br />Timboel Siregar, mengatakan sumber penerimaan BPJS sejatinya bisa diperoleh melalui pajak rokok. Pasal 99 dan 100 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan mengamanatkan hal itu.<br /> <br /> <br /> <br />Jika pajak rokok tersebut dimanfaatkan, maka BPJS Kesehatan memiliki potensi surplus Rp4,5 hingga Rp5 triliun. Namun rencana kegiatan dan anggaran tahunan (RKAT) BPJS Kesehatan juga mesti dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.<br />Timboel Siregar: Dalam Masa COVID-19, Tak Elok Iuran BPJS Dinaikkan
