JAKARTA, KOMPAS.TV - Rencana penerapan tatanan normal baru atau new normal masih menimbulkan pro kontra. <br /> <br />Hal itu tak lepas dari kecemasan penerapan new normal, dimana roda ekonomi kembali di jalankan secara bertahap, dikhawatirkan jadi kontraproduktif dan dikhawatirkan bisa memicu gelombang kedua Covid-19 di Indonesia. <br /> <br />Terlebih, pada Selasa kemarin, Indonesia kembali mencatatkan penambahan signifikan kasus harian Covid-19, yaitu sebanyak 1.043 pasien positif Covid-19, yang merupakan jumlah kasus baru tertinggi sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020. <br /> <br />Di sisi lain, pemulihan ekonomi dengan mengaktifkan kembali aktivitas perekonomian juga dianggap mendesak dilakukan. <br /> <br />Pemerintah dinilai harus fokus pada ekonomi kerakyatan, karena dianggap sebagai penyangga ekonomi Indonesia psca pandemi Covid-19. <br /> <br />Pemerintah juga harus menjaga daya beli masyarakat dengan menggerakkan pelaku UMKM, pekerja informal dan koperasi, yang menyentuh langsung pemenuhan kebutuhan masyarakat. <br /> <br />Sektor UMKM memang dianggap sebagai penopang utama untuk pemulihan ekonomi Indonesia akibat dampak pandemi Covid-19. <br /> <br />Selain menyiapkan stimulus bagi sektor UMKM, pemerintah juga menyiapkan skema perlindungan dan pemulihan UMKM, diantaranya dengan pemberian insentif pajak dan perluasan pembiayaan modal bagi UMKM. <br /> <br />Penerapan new normal yang dicanangkan pemerintah memang perlu dipahami bukan sebagai upaya pelonggaran terhadap protokol pengamanan Covid-19. <br /> <br />Namun, menjalankan ekonomi dengan standar-standar baru yang ketat, tanpa mengabaikan aspek keselamatan. <br /> <br />Jangan sampai new normal yang diharapkan bisa memulihkan ekonomi, justru jadi bumerang dan memicu gelombang kedua Covid-19 di Indonesia. <br /> <br />