JAKARTA, KOMPAS.TV - Langit biru, Cipaganti, Pandawa, sekarang koperasi Indosurya. Semua koperasi ini dikelola secara buruk dengan niat yang tidak baik. <br /> <br />Korban berjatuhan dan kerugian individu mencapai miliaran rupiah. <br /> <br />Memutus sejarah berulang ini jadi sangat sulit, selama masyarakat hanya fokus pada janji keuntungan. <br /> <br />Sejarah kelam investasi di koperasi kembali berulang di kasus Indosurya. Kenapa korban tetap berjatuhan? <br /> <br />Perencana keuangan yang dihubungi kompastv menjelaskan, para tipe korban investasi bodong hampir selalu sama dari sejarah ke sejarah. Yaitu, hanya fokus pada keuntungan yang ditawarkan. <br /> <br />Tanpa, mengecek dulu legalitas koperasi, kemudian kewajaran operasional, sampai laporan keuangan, apakah sehat atau ada kejanggalan, serta kelancaran arus kas. <br /> <br />Jika koperasi hanya menawarkan investasi, tanpa memberikan pinjaman, apalagi ditambah iming-iming bunga tinggi di atas net interest margin, yakni 4 hingga 6 persen, dapat dipastikan koperasi simpan pinjam tersebut bermasalah. <br /> <br />Kembali ke Indosurya, proses verifikasi tagihan kreditur sudah rampung. <br /> <br />6 ribu kreditor melaporkan tagihan dan bunga, dengan nilai total 14 triliun rupiah. <br /> <br />Masalahnya, korban ini masuk ke status kreditur konkuren, atau tidak memiliki jaminan dalam utang. <br /> <br />Oleh sebab itu, status anggota koperasi juga menjadi penting, dan harus curiga kalau fungsinya justru seperti bank. <br /> <br />Saat ini, pendiri grup indosurya cipta, henry surya berjanji menyelesaikan masalah ini. <br /> <br />Caranya adalah dengan tawaran cicilan perdamaian, dengan tenor 3 tahun sampai 10 tahun. <br /> <br /> <br /> <br />