JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah kembali menegaskan menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila. <br /> <br />Karena tak ada sejumlah hal yang semestinya masuk sebagai dasar pembuatan RUU. <br /> <br />Sejak dimasukkan dalam kelompok yang akan dibahas oleh DPR dan Pemerintah, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila, mengundang perdebatan, di dalam DPR ataupun di masyarakat. <br /> <br />Pemerintah kembali menegaskan sikap terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi pancasila. <br /> <br />Bahwa ada tiga syarat yang mesti dipenuhi bila ingin bicara pembinaan dan sosialisasi pancasila menjadi dasar hukum. <br /> <br />Yang utama, dimuatnya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan ajaran komunisme, marxisme. <br /> <br />Sejak bergulir di publik, dan akan dibahas di DPR, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila, mengundang perdebatan. <br /> <br />Perdebatan mengandung dua hal. Yakni, tak dimasukkannya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yang melarang Partai Komunis Indonesia dan paham komunisme, marxisme, leninisme. <br /> <br />Ini dicurigai sejumlah pihak, sebagai legitimasi, kembali masuknya ideologi komunisme. <br /> <br />Meskipun bila dibaca, tak ada unsur mengarah ke ideologi dan RUU tersebut. <br /> <br />Yang kedua, tentang pasal 7 RUU yang menjelaskan soal ekasila dan trisila, serta kalimat ketuhanan yang berkebudayaan. <br /> <br />Kini, bicara tentang pancasila, HIP tak lagi dibahas. <br /> <br />Yang dibahas adalah tentang badan ideologi Pancasila. <br /> <br />Yang memuat TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan menghapus semua hal yang jadi perdebatan. <br /> <br />Perubahan RUU ini dilakukan pasca-unjuk rasa, di sejumlah daerah sejak 24 Juni hingga 5 Juli lalu. <br /> <br />Pasca-penolakan dan unjuk rasa, fraksi-fraksi di DPR yang pada 12 mei setuju dengan RUU HIP masuk sebagai RUU yang dibahas sebagai usulan DPR, balik badan, ikut menentang RUU HIP. <br /> <br />