KOMPAS.TV - Industri karpet dan sajadah lokal, berteriak meminta proteksi perdagangan dari pemerintah. <br /> <br />Pasalnya, banjir produk serupa dari Tiongkok dan Turki, mengimpit keberadaan produk dalam negeri. <br /> <br />Tak butuh waktu lama bagi Yusuf menjatuhkan pilihannya. <br /> <br />Setelah membandingkan beberapa karpet, ia membeli karpet impor asal Turki di sebuah toko karpet dan sajadah, daerah Tanah Abang, Jakarta. <br /> <br />Baginya, kualitas karpet buatan asing lebih baik. <br /> <br />Tidak hanya asal Turki, karpet dan sajadah buatan anak bangsa harus bersaing ketat dengan banjir produk serupa asal Tiongkok dan Pakistan. <br /> <br />Apalagi, harga impor tak melulu lebih mahal dari produk lokal. <br /> <br />Di toko ini, produk impor dijual antara 700 ribu dan 1,8 juta rupiah per kodi. <br /> <br />Kehadiran karpet dan sajadah impor ini yang membuat jengah industri lokal. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, bahkan telah meminta langkah perlindungan kepada pemerintah . <br /> <br />Dikutip dari kompas.com, Sekretaris Eksekutif Api, Rizal Tanzil Rakhman berharap permohonan "safe guard" ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, segera dikabulkan untuk melindungi industri dalam negeri. <br /> <br />Data dari Badan Pusat Statistik Mencatat Impor Produk karpet, sajadah dan penutup lantai tekstil lainnya, meningkat sebesar 25,2 persen pada 2017 hingga 2019. <br /> <br />Harga rata-rata produk tiongkok sebesar 2,5 dollar Amerika Serikat per kilogram. Lebih jauh membahasnya, kita tersambung melalui daring dengan Rizal Tanzil Rakhman, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia. <br /> <br /> <br />