KOMPAS.TV - Ekonomi belum mau bergerak, justru "mandek" setelah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar alias psbb. <br /> <br />Indikatornya adalah deflasi Agustus. <br /> <br />Pengusaha mengonfirmasi, kuartal tiga, Indonesia akan "kepayahan" menghindari resesi, apalagi jika protokol kesehatan berjalan tanpa konsekuensi hukum. <br /> <br />Pandemi Covid-19 berlanjut, resesi menjemput. <br /> <br />Pelonggaran sosial berskala besar, ternyata belum terbukti ampuh menggerakan perekonomian. <br /> <br />Buktinya adalah data badan pusat statistic, pada bulan Agustus, Indonesia masih deflasi sebesar 0,05 persen. <br /> <br />Mengecil dari deflasi bulan Juli di 0,1 persen. <br /> <br />Deflasi dipicu oleh turunnya harga sejumlah kelompok pengeluaran, terutama kelompok makanan dan minuman serta transportasi, yang mengindikasikan lesunya permintaan di tengah pandemi Covid-19. <br /> <br />Alih-alih data ekonomi sesuai harapan, indikator kesehatan Indonesia justru memburuk akibat pandemi. <br /> <br />Dari tanggal 25 Agustus sampai 1 September, angka positif konsisten di atas 2 ribu orang. 29 Agustus adalah rekor tertinggi dengan penambahan kasus 3.308. <br /> <br />Bagaimana dengan ekonomi pada situasi seperti itu? <br /> <br />Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto memberi konfirmasi, pemerintah memprediksi, pertumbuhan ekonomi kuartal tiga akan minus 1 persen, sedikit lebih optimis ketimbang proyeksi pengusaha di minus 2 persen. <br /> <br />Intinya sama-sama resesi. <br /> <br />Ekonomi dan kesehatan, tidak bisa "di-trade off". Tarik ulur, tidak akan berbuah optimal. <br /> <br />Ketika penanganan aspek kesehatan belum optimal, masyarakat kelas menengah yang menopang konsumsi nasional, cenderung memilih menabung ketimbang membelanjakan uangnya. <br /> <br />