KOMPAS.TV - Yang selalu jadi alasan pemerintah dan DPR menolak menunda pilkada adalah karena pandemi covid-19 tak bisa diprediksi kapan berakhir, dan selalu menyebut Korea Selatan dan Singapura sebagai contoh menyelenggarakan pemilu kala pandemi. <br /> <br />Tapi yang tak pernah disebut pemerintah dan dpr adalah, kedua negara itu berhasil terlebih dahulu mengendalikan pandemi, baru menggelar pemilu. <br /> <br />Pemerintah dan DPR seolah sudah tak bisa diingatkan tentang kesehatan dan keselamatan masyarakat yang lebih utama ketimbang kepentingan politik. <br /> <br />Namun, tak jemu, upaya mengingatkan masih tetap dilakukan sejumlah pihak. <br /> <br />Tak kurang dari tiga ormas Islam besar, sudah bersuara, mendesak Pilkada 2020 ditunda. <br /> <br />Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, hingga Majelis Ulama Indonesia, mengingatkan pemerintah dan DPR akan mudaratnya menggelar pilkada di tengah kasus covid-19 yang semakin meningkat. <br /> <br />Alasannya kuat., karena kasus covid-19 makin melonjak, belum terkendali. <br /> <br />Mulai Sabtu hingga Selasa kemarin, angka rata-rata penambahan kasus covid-19 sebanyak 4 ribu kasus. <br /> <br />Dimulai pada sabtu 19 september sebanyak 4.168 kasus. <br /> <br />Dan Selasa kemarin 4.071 kasus., totalnya 252. 923 kasus. <br /> <br />Yang kembali pecah rekor angka kematian hingga 160 orang per hari. <br /> <br />Sebelumnya, angka kematian tertinggi pasien covid-19 tertinggi pada 22 Juli, sebanyak 139 orang. <br /> <br />Tapi data ini bisa hanya dianggap angka oleh pemerintah dan DPR. <br /> <br />Apalagi melihat komisi pemilihan umum, yang jadi penyelenggara pilkada menyatakan bisa mengatur peserta pilkada dan massa pendukung. <br /> <br />Padahal, Ketua Kpu Arief Budiman pun sudah terinfeksi Covid-19. <br /> <br />Dan pejabat KPU Daerah terkena Covid-19 saat pendaftaran Pilkada dibuka, dan 60 bakal calon kepala daerah sudah terinfeksi, sejak 14 September lalu. <br /> <br />Ini yang dicemaskan, karena KPU dan pemerintah diragukan bisa mengatur massa pendukung, yang bisa membuat klaster baru Covid-19. <br /> <br />