KOMPAS.TV - Seorang pelajar SMA di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan diduga bunuh diri. <br /> <br />Siswa kelas 2 SMA ini nekat mengakhiri hidupnya di rumahnya di Dusun Bontotene, Kabupaten Gowa (17/10/2020). Sisa racun serangga ini ditemukan di kamar korban. <br /> <br />Diduga siswa kelas 2 ini mengalami depresi karena merasa terbebani dengan tugas sekolah selama pembelajaran jarak jauh. <br /> <br />Terlebih lagi, rumah korban berada di daerah pegunungan yang tidak memiliki akses internet cukup baik. <br /> <br />Kejadian ini langsung direspon pihak kepolisian. Dari keterangan beberapa orang saksi diketahui bahwa korban sering mengeluhkan mengenai tugas sekolahnya. <br /> <br />Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknik Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa, mengungkapkan, bahwa bisa jadi ada faktor lain yang menjadi penyebab korban nekat bunuh diri. <br /> <br />Dinas pendidikan menyebut tugas dari sekolah masih dalam kategori wajar dan tidak memberatkan. <br /> <br />Bukan kali pertama didengar bahwa ada siswa dan bahkan orang tua yang stress dan mengaku mengalami kendala karena sistem pembelajaran jarak jauh atau online. <br /> <br />Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, belajar jarak jauh atau online menjadi suatu keharusan. Tapi kendala akses internet dan sistem pembelajaran menjadi catatan serius yang harus dievaluasi bersama. <br /> <br />Hasil riset Litbang Kompas menunjukan bahwa 31,8% siswa yang tidak mendapatkan akses inetrnet yang baik selama PJJ serta masih ada 15-18% siswa yang bahkan tidak memiliki gadget untuk media pembelajaran online. <br /> <br />Penyebab pasti kematian siswa kelas 2 di Gowa Sulawesi Selatan ini masih dalam penyelidikan. Walau bisa jadi banyak faktor yang memicu upaya bunuh diri, namun diduga korban mengalami depresi akibat persoalan pembelajaran daring. <br /> <br />Benarkah ada yang salah dengan sistem pembelajaran jarak jauh selama pandemi? <br /> <br />Simak dialog selengkapnya bersama Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud, Maman Fathurahman dan Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia, M. Ramli Rahim. <br /> <br />
