JAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah meredup sejak awal tahun, ada yang akhirnya membara kembali. <br /> <br />Harga acuan emas hitam atau batu bara dunia perlahan tapi pasti meningkat mendekat ke level yang sama di tahun lalu. <br /> <br />Harga batubara di Pasar Newcastle sejak April sudah anjlok yang tadinya di level 71 menjadi 51-an. <br /> <br />Harga tetap stabil di 50-an selama pandemi, ditambah hanya penutupan beberapa negara sehingga permintaan batu bara turun. <br /> <br />Seiring dengan berputarnya kembali ekonomi dan produksi, batu bara pun kembali membara. <br /> <br />Lembaga Pemeringkat Fitch Rating memperkirakan harga batu bara Indonesia hingga 2023 pun akan terus naik. <br /> <br />Harga batu bara di Indonesia terbilang paling murah dibanding harga batu bara Australia dan juga Tiongkok, karena kalorinya rendah. <br /> <br />Newscastle kalorinya 6000, Qin-hangdao berkalori 5.500, sementara Indonesia kalorinya 4.200. <br /> <br />Ketersediaan batu bara kalori tinggi ini lebih sedikit di dunia, untuk itu harganya lebih mahal. <br /> <br />Secara kualitas-pun batu bara kalori tinggi dianggap lebih ramah lingkungan karena emisinya lebih rendah. <br /> <br />Pekan lalu, Indonesia juga baru saja mendapat kontrak pembelian batu bara oleh Tiongkok. <br /> <br />Asosiasi pertambangan batu bara Indonesia dengan China Coal Transportation and Distribution baru saja sepakat pembelian batu bara senilai 1,46 miliar dollar. <br /> <br />Di pembelian perdana tahun depan, target volume perdagangan mencapai 200 juta ton. <br /> <br />Indonesia kecipratan untung setelah Tiongkok melarang masuknya batu bara asal Australia ke Tiongkok karena dianggap punya masalah, batu bara Australia dianggap tak memenuhi standar kualitas lingkungan hidup. <br /> <br />Kontrak ini diharapkan bisa mendongkrak lagi harga batu bara domestik. <br /> <br />Lalu bagaimana kondisi batu bara Indonesia? <br /> <br />Simak ulasan selengkapnya oleh tim Kompas Bisnis. <br /> <br />
