JAKARTA, KOMPAS.TV - Ada perdebatan di balik pembahasan revisi undang-undang Pemilu yang masuk dalam program legislasi nasional 2021 di DPR. <br /> <br />Salah satunya adalah soal gelaran Pilkada serentak, apakah akan digelar pada 2022 dan 2023, atau tetap disatukan dengan pemilu 2024. <br /> <br />Selain berdampak pada jadwal Pilkada serentak, sorotan lainnya jika revisi undang-undang Pemilu dibatalkan dan Pilkada digelar 2024, maka pada 2022, ada 101 kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan 171 kepala daerah hasil pilkada 2018 yang akan berakhir masa jabatannya. <br /> <br />Dan daerahnya akan dipimpin pelaksana tugas dengan wewenang terbatas selama satu hingga dua tahun. Perdebatannya apakah jabatan pelaksana tugas ini akan efektif nantinya. <br /> <br />Di sisi lain, Pemilu 2019 lalu menyisakan duka. Tanpa kondisi pandemi, 894 petugas KPPS meninggal dunia, serta 5.175 lainnya sakit karena kelelahan dan kecelakaan saat bertugas. <br /> <br />Kondisi itu dinilai mendesak dilakukan evaluasi. Jika revisi undang-undang Pemilu tidak dilanjutkan DPR dan agenda Pemilu Pilpres dan Pilkada serentak tetap dilaksanakan tahun 2024, dikhawatirkan dapat mengulang kembali kekurangan pelaksanaan teknis Pemilu 2019. <br /> <br />Sebelumnya, pihak Kementerian Dalam Negeri memilih melanjutkan agenda Pilkada serentak di 2024. Urgensi revisi UU Pemilu baru akan dievaluasi setelah 2024 nanti. <br /> <br />Agenda pembahasan revisi UU Pemilu masih panjang karena perlu melibatkan berbagai stakeholder dan mengundang perwakilan sejumlah kalangan untuk memberi masukan. <br /> <br />Diharapkan prosesnya tidak dilakukan tergesa-gesa sehingga proses pembuatan undang-undang bisa maksimal. <br /> <br />Bagaimana mencermati urgensi revisi UU Pemilu ini? <br /> <br />Simak pembahasannya bersama Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi, Saan Mustofa, Anggota Komisi II DPR sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Syaiful Hidayat, serta Analis Politik, Djayadi Hanan. <br /> <br />