KOMPAS.TV - Mulai hari ini, 9 februari, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro untuk menekan kasus covid-19. <br /> <br />Gonta-ganti istilah pemerintah untuk pembatasan kegiatan dinilai membingungkan masyarakat, tetapi tak juga efektif. <br /> <br />11 bulan lalu, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), jadi pilihan istilah pemerintah sebagai pengganti istilah "lockdown" atau karantina wilayah. <br /> <br />Saat itu, hanya 8 sektor krusial, yang diperbolehkan untuk beroperasi, sementara semua orang, harus bekerja dan belajar dari rumah. <br /> <br />tempat-tempat wisata ditutup, transportasi umum dibatasi, bahkan angkutan daring hanya boleh mengangkut barang. <br /> <br />Namun seiring berjalannya waktu, aturan PSBB kian melonggar. <br /> <br />Pemprov DKI Jakarta, misalnya, melonggarkan aturan dan mengganti istilah PSBB menjadi PSBB transisi. <br /> <br />Sektor-sektor non-krusial mulai diizinkan beroperasi asal disiplin protokol kesehatan. <br /> <br />Pusat perbelanjaan, restoran dan warung makan boleh beroperasi. Acara pernikahan, juga diizinkan dengan pembatasan tertentu. <br /> <br />Yang jadi sorotan, di tengah tingginya kasus harian covid-19 yang berada di kisaran 10.000-11.000 kasus per hari, aturan PPKM justru dinilai lebih longgar dari PSBB dan Presiden mengkritik kebijakan itu sebagai kebijakan yang tidak efektif. <br /> <br />Kini, PPKM kembali berganti nama, menjadi PPKM berskala mikro, setelah dua kali dua pekan tak juga menekan angka kasuc covid-19. <br /> <br />Presiden meminta, pembatasan kegiatan dilakukan dengan lingkup kecil, hingga di tingkat RT dan RW sambil memperkuat 3T, yakni testing, tracing, dan treatment atau isolasi pasien covid-19, yang masih jadi PR besar pemerintah. <br /> <br /> <br />