JAKARTA, KOMPAS.TV - Generasi muda menjadi salah satu kelompok yang menjadi sasaran paham radikal, dan terekam jejaknya dalam sejumlah aksi teror kekerasan di tanah air. <br /> <br />Mengapa kalangan muda mudah dan rawan terpapar radikalisme? <br /> <br />Dan mengapa pula mereka mudah tersulut untuk melakukan teror kekerasan? <br /> <br />Sudah bergabung secara daring, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Irfan Idris, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, dan ada Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto. <br /> <br />Dalam survei yang disusun BNPT, Litbang Kementerian Agama dan sejumlah lembaga, potensi radikalismedi Indonesia menurun, dari 38,4 poin pada 2019, menjadi 14,0 poin atau 12,2 persen pada tahun 2020. <br /> <br />Berdasarkan survei, indeks potensi radikalisme juga tercatat 12,6 persen untuk mereka yang aktif mencari konten keagamaan di internet. <br /> <br />Angka ini lebih tinggi daripada mereka yang tidak aktif mencari konten keagamaan di internet, yang besarannya sebanyak 10,8 persen. <br /> <br />Indeks potensi radikalisme juga tercatat lebih tinggi pada mereka yang suka menyebar konten keagamaan, yakni sebanyak 13,3% persen. <br /> <br />Lebih tingi dibanding mereka yang tidak menyebar konten keagamaan, sebesar 11,2 persen. <br /> <br />Potensi radikalisme dan keterlibatan kalangan muda dalam teror kekerasan, mengundang keprihatinan. <br /> <br />Penegakan hukum semata, tak akan cukup menanggulangi bahaya terorisme. <br /> <br />Penanggulangan juga harus mengatasi upaya deradikalisasi paham ekstrem dan lebih mengenalkan toleransi dan keberagaman. <br /> <br />Terlebih, untuk kalangan muda, yang menjadi tulang punggung bangsa di masa depan. <br /> <br />
