BANJARMASIN, KOMPAS.TV - Fenomena manusia gerobak di Kota Banjarmasin sudah menjadi hal yang biasa ditemukan pada bulan Ramadan. <br /> <br />Ketidakmampuan ekonomi untuk kebutuhan hidup menjadi alasan mereka rela mangkal di jalan, dengan harapan adanya pundi-pundi rezeki melalui para dermawan yang melintas. <br /> <br />Psikolog asal Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Ceria Hermina, menilai kondisi tersebut membuat mereka menjadi tidak produktif dan kreatif. <br /> <br />Sebab mental manusia gerobak sudah terbiasa mendapatkan uang dengan cara mudah. <br /> <br />Sehingga dengan meminta dan duduk memelas menjadi penguatan mereka untuk tetap bertahan. <br /> <br />"Akhirnya jadi pembiasaan yang akhirnya kan mungkin mendapatkan uang dengan cara yang mudah menurut mereka, tapi itu akan membuat mereka tidak produktif dan kreatif lagi," Ucap Ceria Hermina. <br /> <br />"Dengan meminta dengan duduk memelas, ketemu dengan dermawan yang berempati jadi penguatan bagi mereka bahwa tidak apa-apa seperti itu, padahal yang dikhawatirkan itu dampak panjangnya," tambahnya. <br /> <br />Fenomena manusia gerobak di Banjarmasin bisa jadi cerminan dari kesejahteraan di kota seribu sungai ini. <br /> <br />Peran pemerintah tentu sangat diperlukan, bukan hanya sekadar melarang atau menertibkan mereka, tetapi juga memberikan solusi agar hal ini tak kembali terulang dikemudian hari. <br /> <br />"Itu perlu kerjasama pemerintah bagaimana mengatur mereka, mungkin yang saat ini terdampak ekonominya akibat covid itu realnya bagaimana tidak hanya wacana tidak hanya konsep," tutup Ceria Hermina. <br /> <br />
