KOMPAS.TV - Tenaga pendidik serta orang tua murid menyatakan keberatan atas rencana pajak pertambahan nilai alias PPN terhadap jasa pendidikan. <br /> <br />Kebijakan ini bisa berdampak kontradiktif .dengan target pemerintah menuju sumber daya manusia yang unggul. <br /> <br />Menurut salah seorang guru, PPN tidak tepat dikenakan saat pandemi, meskipun sudah ada bantuan dana pendidikan dari pemerintah pusat. <br /> <br />Bagi orang tua murid, biaya sekolah yang semakin mahal di kondisi pandemi tentu sangat terasa berat. <br /> <br />Jasa pendidikan akan dihapus dari daftar jasa bebas PPN. Hal ini tertuang dalam draf Revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. <br /> <br />Sementara anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar, Puteri Komarudin menilai rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan perlu dipertimbangkan kembali, karena kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi covid-19. <br /> <br />Selain jasa pendidikan, pemerintah juga berencana menjadikan sembako sebagai obyek pajak dengan mengenakan PPN. <br /> <br />Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menyatakan pemerintah tengah merancang kebijakan perpajakan yang komprehensif. <br /> <br />Yustinus menyatakan kebijakan tetap memperhatikan pemulihan ekonomi nasional. <br /> <br />Banyak pihak mengimbau agar kebijakan ini dikaji kembali. Pemerintah, harus bisa mendengar suara masyarakat, agar tidak terbebani di kala sulit saat pandemi. <br /> <br />Kebijakan ini bisa berdampak kontradiktif dengan target pemerintah menuju sumber daya manusia yang unggul. <br /> <br />