JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebagai negara tropis, melimpahnya sinar matahari tentu hal yang sangat wajar. <br /> <br />Sumber daya yang melimpah tersebut seharusnya bisa jadi modal gratis, untuk bisa dimanfaatkan menjadi energi terbarukan. <br /> <br />Yaitu melalui pembangkit listrik tenaga surya. <br /> <br />Apalagi Indonesia punya target bauran energi terbarukan 23 persen dalam waktu 4 tahun lagi. <br /> <br />Sayangnya saat ini, potensi PLTS belum tergarap maksimal. <br /> <br />Melihat pertumbuhan jumlah pelanggan pengguna PLTS atap, sebenarnya ada pertumbuhan yang cukup signifikan. <br /> <br />Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM menilai, regulasi yang ada saat ini belum bisa banyak menggaet masyarakat untuk memasang PLTS atap. <br /> <br />Bahkan proyeksinya dalam 3 tahun ke depan hanya bisa bertambah 70 megawatt saja. <br /> <br />Yang teranyar, Kementerian ESDM akan menerbitkan revisi aturan PLTS atap. <br /> <br />Diantaranya, PLN wajib membeli 100 persen listrik dari sisa daya PLTS tak terpakai pelanggan, atau istilahnya adalah ekspor listrik. <br /> <br />Dengan revisi ini harapannya tentu masyarakat bisa semakin berminat untuk menggunakan PLTS atap. <br /> <br />Kendala terbesar untuk masyarakat baik rumah tangga maupun industri tentu adalah soal biaya. <br /> <br />Karena dana yang harus dirogoh untuk memasang PLTS atap tak murah. <br /> <br />Indonesia masih kalah jauh dengan negara-negara lain yang sudah menggunakan PLTS atap. <br /> <br />Berdasarkan perhitungan kementerian ESDM, semakin banyak penggunaan PLTS atap maka semakin besar pula penghematan bisa dilakukan negara untuk pengeluaran subsidi listrik. <br /> <br />Dan bisa menjangkau daerah-daerah yang belum teraliri listrik. <br /> <br />