JAKARTA, KOMPAS.TV - Seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, atau PPPK, untuk guru tenaga honorer, dinilai kurang memberi rasa keadilan. <br /> <br />Kebijakan afirmasi dan standar tes kompetensi, dinilai akan menyulitkan para guru honorer yang telah lama mengabdi. <br /> <br />Sudah bergabung secara daring, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia, PGRI, Unifah Rosyidi, Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, dan Guru Honorer Asal Karawang yang berulang kali terganjal seleksi CPNS, Imas Kustiani dan sang suami Nana Suhana. <br /> <br />Imas harus dibantu masuk ruangan ujian PPPK yang bertempat di sebuah sekolah, karena menderita stroke sejak beberapa tahun terakhir. <br /> <br />Imas menjadi guru honorer untuk semua mata pelajaran kecuali olah raga, di SD Negeri Wancimekar 1 sudah mengabdi selama 17 tahun. <br /> <br />Imas sendiri sudah beberapa kali mengikuti tes seleksi ASN, namun gagal. <br /> <br />Ia berharap kali ini bisa diangkat, dan bertekad terus mengabdi sebagai tenaga pendidik. <br /> <br />Antusiasme mengikuti tes seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, PPPK, juga dirasakan ribuan tenaga guru honorer di lingkungan Pemkab Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan. <br /> <br />Salah seorang peserta tes mengaku, sudah lebih dari 13 tahun mengabdi menjadi tenaga honorer. <br /> <br />Sayangnya, seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, atau PPPK, dipenuhi sejumlah karut marut persoalan, yang berpeluang memupuskan harapan banyak guru tenaga honorer untuk lolos seleksi. <br /> <br />Sebagian besar guru honorer dinilai akan kesulitan mencapai passing grade, yang disyaratkan dalam seleksi PPPK. <br /> <br />Seleksi PPPK perlu menimbang rasa keadilan atas pengabdian mereka, tak sekedar hasil kemampuan teknis semata. <br /> <br />Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/213814/tes-pppk-untuk-guru-honorer-dianggap-tidak-adil-pgri-lihatlah-kinerja-dan-pengabdianya