JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama tidak diperbaiki. <br /> <br />Uji materi terkait UU Ciptaker diajukan lima pemohon; mulai dari karyawan swasta hingga pelajar, yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya sejak pertama kalinya UU ini disahkan DPR, yakni pada Oktober 2020. <br /> <br />Lantas, menanggapi hal ini, bagaimana gerak cepat pemerintah melaksanakan putusan MK terkait UU Ciptaker sebagai suatu produk hukum yang inkonstitusional bersyarat? <br /> <br />Kita bahas bersama Ade Irfan Pulungan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden; Firman Soebagyo, Anggota Badan Legislasi DPR; dan Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas. <br /> <br />Baca Juga Kisruh Perbedaan Tafsiran Putusan MK soal UU Cipta Kerja yang Disebut Inkonstitusional Bersyarat di https://www.kompas.tv/article/236106/kisruh-perbedaan-tafsiran-putusan-mk-soal-uu-cipta-kerja-yang-disebut-inkonstitusional-bersyarat <br /> <br />Apakah putusan MK ini bisa dikatakan sebagfai teguran keras kepada pemerintah dan DPR untuk lebih bisa mewakili dan terbuka pada rakyat? <br /> <br />Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menilai, keputusan mk ini harusnya menjadi dasar bagi dibatalkannya penetapan upah minimum provinsi (UMP) oleh pemerintah daerah, bisakah ini diterapkan? <br /> <br />Dan apa langkah pemerintah untuk memastikan revisi UU Ciptaker ke depannya akan lebih terbuka pada rakyat? <br /> <br />Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/236107/pemerintah-dan-dpr-kebut-perbaikan-uu-cipta-kerja-memang-salahnya-ada-di-mana