JAKARTA, KOMPAS.TV - Kritik datang dari aktivis Tuli dan juru bahasa isyarat (JBI), Surya Sahetapy, yang menilai cara Menteri Sosial (Mensos) RI, Tri Rismaharini tidak tepat. <br /> <br />Surya menegaskan bahwa cara Risma dalam memaksa komunikasi verbal pada penyandang disabilitas Tuli tidaklah inklusif, karena acuh terhadap rasa kenyamanan setiap pribadi. <br /> <br />Sebagai pejabat publik, Risma sepatutnya menanyakan kemampuan dan mengutamakan kenyamanan komunikasi orang dengan disabilitas. <br /> <br />Hal ini karena cara komunikasi teman-teman disabiltias, terutama teman Tuli, berbeda; yakni dengan bahasa isyarat Indonesia (BISINDO). <br /> <br />Surya melanjutkan, mengekspresikan pikiran dan hati dapat melalui medium selain bertutur secara verbal. <br /> <br />Mulai dari tulisan, bahasa isyarat, atau wujud lainnya. <br /> <br />Baca Juga Mensos Risma Tuai Kecaman Usai Dituding Paksa Penyandang Tuna Rungu untuk Berbicara! di https://www.kompas.tv/article/238134/mensos-risma-tuai-kecaman-usai-dituding-paksa-penyandang-tuna-rungu-untuk-berbicara <br /> <br />Kritik yang menghujani Risma pertama kali bermula dari perayaan Hari Disabilitas Internasional yang dihelat oleh Kemensos pada Rabu (1/12). <br /> <br />Di hadapan publik, Risma mengakui bahwa ia memaksa teman Tuli untuk berbicara. <br /> <br />Menyadari kesulitan yang muncul, Stefanus, perwakilan Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) bergegas naik ke panggung. <br /> <br />Ia protes karena tak semua Tuli dapat berbicara secara verbal. <br /> <br />Memang ada yang menggunakan alat bantu dengar, tapi bukan berarti untuk dipaksa berbicara. <br /> <br />Melalui JBI, Stefanus menyatakan bahwa ia kaget melihat perlakuan Risma. <br /> <br />Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/238220/aktivis-disabilitas-kritik-perbuatan-risma-yang-paksa-teman-tuli-untuk-bicara
