JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlah kalangan mempertanyakan klaim Menko Marves terkait biga data 110 juta warga inginkan penundaan pemilu. <br /> <br />Pengamat Hukum Bivitri Susanti menyatakan, landasan bernegara tak mengacu pada penilaian kuantitatif. <br /> <br />Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyatakan, dasar bernegara tidak didasari soal angka namun negara diatur oleh konstitusi. <br /> <br />Bivitri menambahkan, meskipun ada dorongan dari sejumlah pihak jika hal tersebuit bertentangan dengan konstitusi atau hak asasi manusia, maka permintaan tersebut tak perlu difasilitasi. <br /> <br />Wacana Penundaan Pemilu 2024 berbuntut panjang, sejumlah kalangan mempertanyakan klaim Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut ada data 110 juta warga yang ingin pemilu 2024 ditunda. <br /> <br />Klaim Luhut yang mengantongi big data 110 juta warga yang ingin pemilu ditunda terus menuai kritikan <br /> <br />Baca Juga Unjuk Rasa Tolak Penundaan Pemilu Dan Kelangkaan Solar di https://www.kompas.tv/article/275956/unjuk-rasa-tolak-penundaan-pemilu-dan-kelangkaan-solar <br /> <br />Salah satunya dari ketua DPP P3 Ahmad Baidowi, P3 berharap Menko Marves dapat menjelaskan secara detail soal 110 juta suara rakyat yang mengingikan pemilu ditunda. <br /> <br />Sebelumnya Ketua DPR Puan Maharani angkat bicara soal klaim big data 110 juta warga yang menginginkan pemilu 2024 ditunda. <br /> <br />Puan menyebut, partainya juga punya big data soal pelaksanaan pemilu 2024, namun hasilnya berbeda dengan versi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. <br /> <br />Meski menuai banyak kritikan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersikeras telah mengantongi big data warga pendukung penundaan pemilu 2024. <br /> <br />Meski demikian, Luhut enggan membukanya ke publik. <br /> <br />Lagi-lagi, sikap Luhut yang emoh untuk membuka big data pendukung penunda pemilu menuai kritikan. <br /> <br />Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/276500/jika-polemik-pembuktian-big-data-antara-luhut-dan-icw-berujung-sengketa-bagaimanakah-mekanismenya