Di akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat keputusan mengejutkan dengan membentuk korps khusus pemberantasan korupsi di Polri.<br /><br />Kebijakan ini menimbulkan beragam reaksi, terutama karena publik mempertanyakan mengapa bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diperkuat.<br /><br />Dalam wawancara terbaru, Ari Dwipayana, Staf Khusus Presiden, menjelaskan alasan di balik langkah strategis ini.<br /><br />Menurut Ari, pembentukan korps ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi di lingkungan penegak hukum.<br /><br />“Penegakan hukum butuh SDM unggul dan format kelembagaan yang lebih kuat,” ungkap Ari.<br /><br />Dengan adanya unit ini, diharapkan proses pemberantasan korupsi tidak hanya lebih efektif tetapi juga lebih konsisten dalam penerapannya.<br /><br />“Ini respons atas kebutuhan untuk memaksimalkan fungsi Polri dalam pemberantasan korupsi,” tambahnya.<br /><br />Kebijakan tersebut juga mencerminkan keinginan pemerintah agar lembaga-lembaga hukum bekerja lebih sinergis.<br /><br />Timbul kritik terkait mengapa KPK tidak diprioritaskan dalam upaya penguatan ini. Ari menjawab bahwa seluruh lembaga penegak hukum harus diperkuat secara bersamaan.<br /><br />“Tidak cukup hanya satu lembaga. Semua instrumen, baik Polri, KPK, maupun Kejaksaan, harus bekerja bersama untuk pemberantasan yang efektif,” tegasnya.<br /><br />Dia menggambarkan sinergi ini seperti sapu lidi yang hanya bisa berfungsi maksimal saat terikat erat.
