Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak keras penggunaan APBN untuk menutup utang kereta cepat Whoosh yang sekitar 7,2 miliar dollar AS atau Rp116,54 triliun per Agustus 2025. <br /><br />Kepala Badan Pengaturan BUMN sekaligus COO Danantara Dony Oskaria mengusulkan dua skema penyelamatan utang Whoosh.Pertama, penambahan modal kepada PT KAI agar menjadi perusahaan mandiri dan meminta pemerintah mengambil alih infrastruktur proyek whoosh. Namun, Purbaya Purbaya langsung menolak skema tersebut karena katanya Danantara telah mengelola dividen BUMN sekitar Rp80 triliun per tahun, yang seharusnya cukup untuk menyelesaikan masalah ini. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membenarkan bahwa pemerintah memang tidak berencana menggunakan APBN. <br /><br />Diketahui Proyek kereta cepat ini dulunya diperebutkan oleh Jepang dan China. Pada tahun 2014 Jepang menawarkan total investasi US$6,2 miliar (sekitar Rp91 triliun), didanai 75% oleh pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga sangat rendah, yaitu 0,1% per tahun. Sementara China menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni US$5,5 miliar (sekitar Rp81 triliun), dengan skema kepemilikan 40% China dan 60% konsorsium BUMN. Pinjaman China bertenor 40 tahun, namun dengan bunga yang jauh lebih tinggi, yaitu 2% per tahun. Tawaran China diterima Indonesia melalui Perpres Nomor 107 Tahun 2015. Pembangunan dimulai pada tahun 2016 dan awalnya ditargetkan beroperasi pada tahun 2019, di zaman pemerintahan Presiden Jokowi. Simak informasi selengkapnya di VOI.id. <br /><br />#voihariini #purbaya
