JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan TNI-Polri Senin kemarin, merespons sejumlah pihak terkait kebebasan berpendapat dan demokrasi. <br /> <br />Presiden Jokowi meminta Kapolri berhati-hati menangani kasus UU ITE, bahkan presiden membuka wacana revisi UU ITE terhadap sejumlah pasal multitafsir. <br /> <br />Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung mengurai penyusunan langkah sesuai arahan presiden khususnya menyangkut pasal-pasal kontroversi UU ITE. <br /> <br />Tiga pasal dalam undang-undang ITE nomor 19 tahun 2016 yang kerap dikritik sebagai pasal kontroversi antara lain pasal 27 ayat tiga terkait penghinaan dan pencemaran nama baik. <br /> <br />Lalu pasal 28 ayat 2 terkait ujaran kebencian atau hatespeech dan sara, dan pasal 29 tentang ancaman kekerasan. <br /> <br />Sebelumnya Jusuf Kalla menanggapi pernyataan Presiden Jokowi saat meminta publik aktif mengkritik kebijakan pemerintah. <br /> <br />Jusuf Kalla mempertanyakan cara mengkritik tanpa pemanggilan pihak kepolisian. <br /> <br />Sejak pertama ditetapkan pada 2011 dan direvisi pada 2016 lalu, kasus UU ITE kerap menjadi polemik. <br /> <br />2019 lalu, Presiden Jokowi memberi pengampunan atau amnesti pada Baiq Nuril, warga Nusa Tenggara Barat yang divonis bersalah karena kasus pencemaran nama baik. <br /> <br />Bagaimana kajian pemerintah terkait dampak UU ITE yang selama ini dikritik tak sejalan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat? <br /> <br />Simak dialognya bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Os Hiariej, Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, dan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. <br /> <br /> <br />